Selasa, 03 Maret 2009

Syiah dan JIL: Pernikahan atau Perselingkuhan?


Tulisan ini saya buat untuk menanggapi komentar Sdr. Tri Santoso (bisa Anda memperkenalkan diri?). Komentarnya menyinggung isu sensitif hubungan Syiah dan JIL yang menurut saya patut dicermati secara tepat.

Syiah adalah mazhab yang berpijak pada realitas (fitrah) dan rasionalitas. Apa saja yang bertentangan dengan fitrah dan akal otomatis bertentangan dengan prinsip dasar mazhab ini. Dan semata-mata karena alasan2 itulah terkadang komunitas Syiah harus secara getir sekaligus ketar-ketir bergesekan dengan para penganut mazhab lain dalam tubuh umat. Baik itu Wahabi maupun JIL. Perseteruan Syiah dengan golongan Wahabi terjadi paling keras dan berdarah, lantaran yang terakhir ini memuja kekerasan dan keganasan.

Garis pemikiran JIL jelas berseberangan dengan Wahabi, berseberangan dalam dua ekstrem yang berlawanan. JIL merasa bahwa Wahabi adalah kekolotan dan kejumudan yang membunuh kritisime di tengah umat Islam Indonesia. Dari aspek ini JIL dan komunitas Syiah seiring sejalan sepenanggungan.

Tapi, ada aspek lain dari JIL yang juga bertentangan dengan komunitas Syiah, bahkan bertentangan dengan keseluruhan umat. Aspek itu tak lain dari “sinisisme anarkis” JIL atas kesakralan-kesakralan Islam, seperti al-Qur’an dan Nabi. Padahal, keduanya ini adalah tonggak Islam; seluruh kesakralan itu adalah unsur pembentuk utama Islam. Komunitas Syiah telah mengambil takdir sejarahnya untuk menderita demi menyuburkan penghargaan dan penyucian al-Qur’an, Nabi dan keluarganya. Inilah the dividing line antara JIL dan Syiah.

Akibat sinisisme anarkis itu, hubungan antara Syiah (dan dalam tingkat yang sama mayoritas umat Islam) dengan JIL menjadi perselingkuhan yang haram. Lebih dari itu, kalau karena satu dan lain hal ada orang Syiah yang terkesan seolah-olah mendukung pandangan JIL bahwa al-Qur’an tidak suci atau “teks mati” dan sebangsanya, maka darah orang Syiah akan jadi murah meriah. Maka itu, saya heran dengan kegenitan sebagian pelajar Syiah yang mau bermesraan dengan aktivis-aktivis JIL yang secara jelas-jelas di ruang publik menghina Nabi dan al-Qur’an. Upaya menjalin kemesraan yang difasilitasi lewat forum terbuka itu menurut saya berbahaya untuk komunitas Syiah. Inkunta tadri, fa tilka mushibatun; wa in kunta la tadri, fal mushibatu a’zhamu.

Kalau terjadi apa-apa, semoga Allah melindungi kita semua dari fitnah keji, JIL sih gampang. Tinggal gulung tikar dan balik ke kandang NU yang segede gaban dan aman itu. Tapi, komunitas Syiah mau kabur kemana?

Yang lebih penting lagi, dalam tilikan yang lebih luas, saya setuju dengan pandangan Haidar Bagir ketika dia mengatakan bahwa umat Muslim dewasa ini dikepung oleh dua bahaya ekstremisme: kaum Wahabi yang literalis dan intelektual sekuler yang liberalis. Keduanya sama-sama menjerumuskan umat Islam dalam konflik internal yang tidak produktif, dan melupakan agenda besar yang jauh lebih bermakna, seperti pengembangan SDM dan sistem pendidikan secara umum.

Selain menimbulkan dampak2 kontrapoduktif, ekstremisme dalam kedua matra itu membunuh fitrah dan akal yang menjadi tumpuan pesan-pesan agama. Kecenderungan fitrah dan penalaran akal sehat menolak liberalisme maupun Wahabisme, fanatisme terhadap kebebasan maupun fanatisme terhadap kejumudan. Ini perlu renungan dan tulisan lebih panjang, tapi kira-kira singkatnya begini: liberalisme itu sama tidak Islami dengan Wahabisme. Kalau kita mau membangun masyarakat atau peradaban Islam, maka jelas keduanya bukanlah resep yang tepat.

Terakhir, saya berharap bahwa para aktivis muda JIL yang sangat berbakat bisa menggeser sedikit sinisisme anarkisnya ke arah kritisisme yang rasional. Saya yakin sekali bahwa sebagian terbesar dari mereka, seperti yang saya tulis di “Dari Teks ke Teks”, pelan-pelan akan menggeser sinisisme anarkisnya ke arah kritisisme yang lebih rasional. Manakala pergeseran itu sudah terjadi, mayoritas umat Islam akan mendulang lebih banyak manfaat lagi dari mereka.

Tidak ada komentar: